Vox, lo semua pasti pernah ngerasa berada di fase stagnan. Hidup terasa gini-gini aja, nggak ada kemunduran maupun kemajuan. Setiap harinya lo ngelaluin aktivitas yang itu-itu aja. Bangun pagi, berangkat sekolah atau kerja, pulang ke rumah, terus tidur lagi. Emang sesekali lo pasti pergi refreshing bersama teman-teman. Tapi, tetep aja rutinitas tersebut nggak bisa lo nikmatin dan bikin lo bosan.

Di satu sisi mungkin lo ngerasa bosan dengan rutinitas yang itu-itu aja. Tapi, di sisi lain lo juga senang dengan rutinitas tersebut karena membuat lo merasa ‘aman’. Vox coba deh inget-inget apa kata Mas Ari Lesmana, vokalis Fourtwnty.

Pagi ke pagi

Ku terjebak di dalam ambisi

Seperti orang-orang berdasi yang gila materi, rasa bosan

Membuka jalan mencari peran

Keluarlah dari zona nyaman

Ketika lo dilanda rasa bosan dengan rutinitas dari pagi ke pagi, mungkin ini saatnya lo keluar dari zona nyaman!

Ketahui Apa Itu Zona Nyaman Beserta Fase-fasenya

Istilah ‘zona nyaman’ diperkenalkan oleh seorang guru besar Psikologi asal New York, Judith Marcia Bardwick melalui tulisannya yang berjudul Danger In The Comfort Zone (1991). Menurut Judith Bardwick, zona nyaman merupakan perilaku seseorang yang cenderung begerak atau berperilaku secara terbatas untuk mendapatkan kinerja yang stabil. Biasanya, orang-orang yang berada di zona nyaman itu cenderung menghindari risiko.

Alasdair Antony Kenneth White dalam bukunya From Comfort Zone to Performance Management (2009) juga memberikan pendapat yang sama. Menurutnya, zona nyaman merupakan kondisi di mana seseorang mengerjakan sesuatu seadanya tanpa usaha maksimal. Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan risiko dan kecemasan.

Dilihat dari penjelasan kedua ahli tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa orang-orang yang berada di zona nyaman itu nggak berani ngambil tindakan lebih karena takut akan risiko yang ditimbulkan. Minim risiko sama dengan minim kecemasan.

Berada di zona nyaman itu nggak salah kok, Vox. Tapi, jangan sampe lo bergantung sama hal tersebut. Bagaimana pun juga lo harus bergerak maju untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik.

Keluar dari zona nyaman itu emang nggak gampang, Vox. Setidaknya, lo harus ngelewatin 3 fase ini terlebih dulu:

  • Fear Zone. Ketika pertama kali memutuskan untuk keluar dari zona nyaman, lo pasti bakal berhadapan dengan fase ini. Fase di mana lo takut gagal, takut akan komentar orang, dan nggak percaya diri.
  • Learning Zone. Kalo lo berhasil berada di fase ini, itu tandanya lo udah berani melawan rasa takut lo. Di fase ini lo mulai bisa mengobservasi dan memahami kondisi yang sedang lo hadapi. Berani menghadapi tantangan, fokus sama masa depan, dan percaya diri menjadi kunci untuk melewati Learning Zone.
  • Growth Zone. Setelah melalui proses panjang, akhirnya lo berhasil keluar dari zona nyaman. Di fase ini lo udah mampu untuk belajar dari kesalahan di masa lalu, bersyukur, dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri lo.

Kita Nggak Perlu Selalu Keluar Dari Zona Nyaman

Keluar dari zona nyaman itu penting agar lo bisa menemukan lebih banyak potensi yang lo punya. Tapi, hal tersebut nggak harus lo lakuin setiap saat.

Pencarian zona nyaman sama halnya dengan pencarian jati diri. Ketika lo merasa udah berada di zona nyaman berarti lo udah menemukan jati diri lo. Coba lah untuk berkembang di zona nyaman tersebut dengan 3K; komitmen, konsisten, dan kompromi. Misalnya, lo udah nyaman bekerja di media kreatif, cobalah untuk menggali lebih banyak potensi di bidang tersebut. Walaupun posisi lo adalah content writer, lo bisa tuh coba-coba belajar jadi copywriter atau social media specialist.

Ciptakan tantangan-tantangan baru dalam aktivitas lo, supaya nggak berjalan stagnan. Jadi, lo tetap bisa berkembang di dalam zona nyaman tanpa perlu merasa khawatir. Hal ini bisa dijelaskan melalui Hukum Yerkes – Dodson.

Hukum Yerkes – Dodson dirumuskan oleh psikolog Amerika, Robert Means Yerkes dan John Dillingham Dodson pada tahun 1908. Melalui rumus U-terbalik, Yerkes – Dodson menunjukkan bahwa peningkatan tekanan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Bisa lo perhatikan grafik di atas.

Jika lo terlalu sedikit menanggapi rangsangan yang memicu kecemasan dan tetap berada di zona nyaman, maka bisa timbul rasa bosan. Tapi, kalo lo terlalu menanggapi rangsangan tersebut yang ada justru lo mengalami kepanikan. Kedua respon ini sama-sama menghambat lo untuk berkembang. Maka dari itu, lo perlu 3K tadi; komitmen, konsistensi, kompromi, untuk menjaga ritme aktivitas lo Vox.

Jadi, apakah lo udah siap untuk sukses Vox?